RADAR JOGJA – Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) munculkan efek domino. Ratusan pekerja/buruh mendatangi Kantor DPRD DIJ, menuntut batalkan kenaikan BBM dan merevisi upah minimum provinsi (UMP) DIJ. Massa meminta agar DPRD DIJ mendorong gubernur menaikkan UMP sebelum dilantik.
Wakil Ketua DPD KSPSI DIJ Kirnadi mengatakan, DPRD memiliki kewenangan besar untuk memastikan dan menanyakan kepada Gubernur DIJ menaikkan UMP pascakenaikan harga BBM. Ini sejatinya segera bisa dilakukan dan mendorong sebelum Hamengku Buwono (HB) X dilantik menjadi gubernur periode 2022-2027 pada 10 Oktober mendatang. “Saya kira tidak melanggar konstitusi dan aturan,” katanya saat audiensi di Kantor DPRD DIJ kemarin (7/9).
Harapan besar sebelum HB X dilantik menjadi gubernur periode selanjutnya, sejatinya bisa mengubah upah minimum di kabupaten/kota. Minimal 10 sampai 20 persen dari upah minimum sebelumnya. “Upah minimum adalah pendapatan yang bisa diatur negara dan bisa dilakukan negara dan dampaknya akan besar bagi pekerja atau buruh di DIJ, ketika punya terobosan seperti itu,” ujarnya.
Kirnadi menjelaskan sebab efek domino dari kenaikan BBM sudah terasa. Pertama, kenaikan BBM itu sudah pasti terdampak pada daya beli masyarakat sebagai pekerja/buruh. Sebab, efek dari kenaikan atas BBM juga akan berdampak pada kenaikan bahan kebutuhan pokok. “Upah di Jogja ini tidak naik, sedangkan BBM naik 30 persen,” sambungnya.
Kenaikan BBM dikhawatirkan juga menimbulkan inflasi pada beberapa kebutuhan bahan pokok di DIJ. Menurutnya, hal itu jelas mengakibatkan efek domino. Sebab, dengan kenaikan BBM dan inflasi, sementara upah pekerja/buruh tetap maka yang terjadi adalah daya beli masyarakat menurun. “Dengan upah saat ini kami masih bisa membeli telur setengah kilogram, sekarang (setelah kenaikan BBM) tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan kami,” jelasnya.
Apalagi bantuan sosial (bansos) yang rencananya akan diberikan kepada pekerja dan buruh sebagai kompensasi kenaikan harga BBM juga dinilai tidak mencukupi kebutuhan mereka. Dengan tuntutan pekerjaan yang sama serta inflansi yang terjadi, upah mereka tidak akan cukup. “Dengan inflasi seperti itu, kami dituntut bekerja maksimal delapan jam di pabrik, itu tidak ada perubahan. Dengan kualitas yang sama pekerjaannya tapi upah tidak mencukupi,” tandasnya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD KSPSI DIJ Irsad Ade Irawan mengatakan kenaikan harga bahan pokok akan terjadi pascakenaikan BBM. Pun ini bakal mengakibatkan daya beli pekerja/buruh dan masyarakat menurun secara drastis. Sebab terjadi defisit ekonomi antara pendapatan dan pengeluaran buruh. “Upah per bulan yang diterima pekerja dan buruh semakin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak. Yang menjadi masalah adalah upah buruh semakin murah akibat kebijakan pemerintah,” katanya.
Akibat kondisi ini, DPRD DIJ diminta melakukan pengawasan soal polemik ini. Termasuk juga perlu melihat apakah keistimewaan DIJ membawa keamanan dan kemakmuran untuk masyarakat. Pihaknya menilai, pemprov perlu APBD serta dana keistimewaan (danais). “Gubernur DIJ perlu merevisi upah minimum, (dinaikkan) sebesar 20-30 persen. Ini supaya daya buruh dan pekerja bisa meningkat,” jelasnya.
Sementara Wakil Ketua DPRD DIJ Huda Tri Yudiana mengatakan kenaikan BBM memang menjadi keprihatinan semua pihak. Karenanya hasil audensi para buruh dan DPRD terkait penolakan kenaikan harga BBM yang sudah disampaikan tersebut akan disampaikan DPRD DIJ ke pemerintah pusat Presiden Joko Widodo maupun DPR RI. “Aspirasi penolakan (BBM) saya akan men-draft surat untuk meneruskan saya tanda tangani. Saya kirimkam hari ini juga draft surat penolakan ke pusat,” katanya.
Huda menilai masukan terkait UMP sangat logis, sama halnya yang diutarakan 2 tahun lalu oleh kalangan legislatif bahwa UMP DIJ masih di bawah ambang kemiskinan. Terlebih kondisi saat ini semuanya mengalami kenaikan. “Nggak masuk akal kalau orang bekerja keras sebulan tapi masih miskin, karena upahnya masih segitu,” tandasnya.
Selain dari kalangan pekerja/buruh, aksi penolakan kenaikan BBM juga datang dari Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) Jogjakarta pada hari yang sama. Mereka menyerukan penolakan di depan Gedung DPRD DIJ. Dan sempat diwarnai kericuhan.
Ratusan para massa aksi itu berkumpul di titik gedung DPRD DIJ sekitar pukul 17.00. Diduga karena ada salah satu massa simpatisan terprovokasi oleh oknum, hingga merobohkan pintu gerbang gedung DPRD DIJ di sisi utara. Mereka juga sempat membakar ban di depan pintu gerbang tersebut, dan beberapa melempar botol air mineral ke halaman dalam gedung. Namun aksi tersebut tidak berlangsung lama dan melandai. (wia/bah)
Artikel ini bersumber dari : radarjogja.jawapos.com.