KOMPAS.com – Pada akhir Juli 2022, sebanyak 60 warga negara Indonesia disekap di Kamboja.
Penyelamatan kepada puluhan tenaga kerja Indonesia tersebut dilakukan oleh Kementeian Luar Negeri Indonesia dan Kamboja pada Jumat (29/7/2022).
Mereka disebut menjadi korban penipuan perusahaan investasi palsu di Sihanoukville, Kamboja.
Kasus itu bukan yang pertama. Pusat Studi Migrasi Migrant Care mencatat pada tahun 2021, KBRI Phnom Pehn petnah memulangkan 119 WNI korban penipuan tawaran kerja di perusahaan investasi bodong.
Baca juga: Selain Kamboja, Polda Jateng Juga Ungkap Sindikat Judi Online dari Thailand
Di tahun 2022, kasus serupa semakin meningkat. Hingga Juli, tercatat ada 291 WNI menjadi korban penipuan dan 133 di antaranya dipulangkan ke Indonesia.
Ketua Pusat Studi Migrasi LSM Migrant Care, Anis Hidayah, mengatakan kejahatan itu termasuk tindak pidana perdagangan manusia.
Para sindikatnya cukup banyak salah satunya di Indonesia.
Mereka memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 yang membuat banyak orang kehilangan pekerjaan dan menawarkan kerja lewat media sosial, utamanya Facebook.
“Sindikat perdagangan manusia ini terorganisir dan calonya pasti ada juga di Indonesia,” ujar Anis Hidayah.
Baca juga: Kisah Pilu 2 Warga Banyuwangi Jadi Korban Penipuan di Kamboja, Tergiur Proses Mudah dan Gaji Besar
Jenis tawaran pekerjaan bodong banyak ditemukan di Facebook seperti penawaran pekerjaan di sektor informal seperti perhotelan.
“Tawaran kerja di Facebook itu luar biasa banyak ada mungkin ratusan ribu. Dan betapa canggihnya jaringan ini membujuk rayu para korban dengan bahasa yang sangat meyakinkan,” ujarnya.
Anis juga mengatakan, sindikat perdagangan manusia ini kerap menyasar daerah yang tingkat penganggurannya tinggi, banyak pekerja migran dan berusia produktif, serta minim akses informasi.
Baca juga: Markas Judi Online di Kepri Digerebek, Dikelola dari Kamboja dan Beromzet Ratusan Juta Rupiah
Dipukul, disetrum dan tak dapat gaji
Salah satu korban berinisial R. Dia bercerita tertarik bekerja di Kamboja karena iming-iming gaji yang besar.
“Dijanjikan dengan gaji luar biasa, namun aslinya 0,” ucapnya.
Selain itu, R menjelaskan, apabila para pekerja tidak mencapai target yang dipatok perusahaan, maka mereka akan dihukum.
Dia menyebutkan, PMI di sana ada yang dipukul hingga disetrum.
“Dijualbelikan, dipukul, disetrum, ada yang sampai paspornya dibakar,” kata R.
Hingga saat ini, R mengaku masih trauma jika membayangkan suasana bekerja di Kamboja.
Baca juga: Markas Judi Online di Kepri Digerebek, Dikelola dari Kamboja dan Beromzet Ratusan Juta Rupiah
Sementara itu perwakilan keluarga, Yanto pada Senin (1/8/2022) menyebut adiknya masih di Kamboja dan memohon kepada pemerintah agar adiknya segera dibebaskan.
“Jadi adik saya sekarang dalam keadaan sudah tidak dipekerjakan lagi. Karena info yang saya dapat, dia sudah diberhentikan karena beberapa kesalahan. Salah satunya sakit tidak izin dan tertidur, saking capeknya mungkin ya di waktu bekerja,” papar Yanto.
Sang adik pernah disekap selama 2 hari dan tak diberi makan. Di hari ketiga, adiknya baru diberi makan sekali dalam sehari.
“Setelah hari ketiga, adik saya baru diperbolehkan berkomunikasi dengan kita setelah pihak sana menghubungi. Jadi saya disuruh untuk bilang adik saya bahwasanya ya kerja lah betul-betul,” ungkapnya.
Baca juga: Hendak ke Kamboja, 212 Calon Pekerja Migran Ilegal Diamankan, Mengaku Akan Melancong ke Luar Negeri
Menurut sang adik, jam kerja di perusahaan tersebut tidak masuk akan dan berpotensi diperjual belikan.
Yanto bercerita adiknya berangkat ke Kamboja setelah ia dan istrinya mendapat tawaran pekerjaan di Kamboja dengan gaji Rp 7 juta hingga Rp 9 juta.
Mereka pun menawarkan pekerjaan itu ke adik Yanto yang belum bekerja.
Namun, anehnya, agen tersebut meminta uang Rp 4 juta jika adik Yanto tertarik dengan pekerjaan di Kamboja itu.
“Karena kepenginnya kami mempekerjakan adik kami, dengan susah payah kami harus menjual emas, gelang, simpanan kami. Kami jual untuk bisa berangkatkan adik kami,” tuturnya.
Baca juga: TKI Kamboja Pulang ke Parepare, Mengaku Bekerja Jadi Marketing Penipuan Investasi Bodong dan Judi Online
Setelah Yanto menyerahkan uang Rp 4 juta itu, agen tersebut lantas mengurus kelengkapan untuk adik Yanto berangkat ke Kamboja.
Paspor adik Yanto bahkan selesai dalam jangka waktu 2 hari saja.
Yanto juga merasa janggal saat adiknya tak diberi training sama sekali sebelum pergi ke Kamboja. Saat itu agen berdalih adik Yanto tak mau ikut pelatihan.
“Padahal sebenarnya tidak. Adik saya tidak tahu. Jadi akhirnya diberangkatkan dengan 0 pengalaman, 0 keadaan segala macam,” beber Yanto.
Pada akhirnya, adik Yanto berangkat ke Kamboja pada 15 Juli 2022. Adik Yanto dan kawan-kawan menempuh perjalanan selama 2 hari ke Kamboja.
Selama 16 hari bekerja, adiknya mengaku tak kuat. Dan ia disekap saat membuat kesalahan tertidur.
Dua warga Banyuwangi jadi korban
Dua korban perdagangan manusia di Kamboja berasall dari Banyuwangi. Mereka adalah DR (31), warga Desa Pesanggaran, Kecamatan Pesanggaran dan A (35), warga Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar.
Berbekal paspor yang mereka buat sehari sebelum penerbangan, keduanya memantapkan hati untuk berangkat ke Kamboja melalui Bandara Ngurah Rai Bali untuk mengubah nasib.
Uliatin, perwakilan keluarga A mengaku, saudaranya itu berangkat ke Kamboja secara mendadak.
“Setelah pulang dari Bali dia langsung bikin paspor di Banyuwangi. Besoknya katanya berangkat. Saya kaget kok cepat banget,” kata Uliatin kepada Kompas.com, Minggu (21/8/2022).
“Pas di Bali itu dia minta dikirim foto KK yang ada di rumah. Saya tanya buat apa, katanya persyaratan mau bikin paspor untuk kerja ke luar negeri,” tutur Uli sapaan akrabnya.
Baca juga: 12 WNI Korban Penipuan Online Pulang ke Indonesia, Mereka Dipekerjakan sebagai Admin Judi di Kamboja
Ditanya lebih lanjut soal agen perusahaan yang membawanya, dia mengaku berasal dari Desa Jajag, Kecamatan Gambiran.
“Katanya yang bawa orang Jajag gitu,” terang Uli.
Bahkan A menolak saat sang ayah, Artomo (89) hendak menjual kambing miliknya untuk uang saku.
“Katanya sudah punya uang saku. Tiket pesawat sudah aman enggak usah dipikirkan,” ucap Uli menirukan A.
“Berangkatnya itu dadakan pakai carter mobil. La, terus dikabari kok berhenti di Ketapang lalu nyeberang ke Bali,” ungkap Uli.
Kecurigaan Uli semakin kuat saat saudaranya itu langsung pergi ke Bandara Ngurah Rai dan terbang ke negara tujuan Kamboja, tanpa proses karantina terlebih dahulu.
Menurutny, A berangkat dari rumah ke Kamboja pada 7 Juli 2022 bersama 10 orang temannya.
Baca juga: 12 WNI Korban Penipuan Perusahaan Online Scam di Kamboja Tiba di Bandara Soekarno-Hatta Jumat Malam
Tiga hari di Kamboja, Uli berusaa menghubungi A untuk menanyakan kabarnya.
“Katanya A di sana kerjanya bikin pusing, pakai otak terus. Tanpa bilang detail pekerjaan apa di sana,” ucap Uli.
Beberapa minggu berselang, Uli mendapat informasi bahwa pemerintah telah menggagalkan kasus penipuan dan perdagangan manusia di Kamboja.
Uli pun khawatir saudaranya menjadi korban. Dugaan ia benar jika saudaranya menjadi korban perdagangan orang.
“Saya sempat syok. Bagaimana cara memberitahu kabar ini kepada kedua orangtua, sedangkan kondisinya sudah renta,” tutupnya.
Tak ada tanda tangan kontrak
Hal senada diceritakan ibu kandung DR, L. Ia bercerita keberangkatan DR sangat cepat yakni pada Senin, 4 Juli 2022.
Menurutnya sang anak dikenalkan temannya dengan PL yang bernama Sella yang berasal dari Jember dan kos di daerah Jajag.
DR berangkat dari rumah ke Denpasar bersama 10 rekannya termasuk A. Korban kemudian terbang dengan Lian Air tujuan Vietnam.
Lalu mereka melakukan perjalanan melalui jalan darat menuju Kamboja. Mereka tiba di Kamboja pada 6 Juli 2022 dan dijemput agen di Kamboja yang juga warga Indonesia.
Baca juga: 12 WNI Korban Penipuan di Kamboja Pulang ke Tanah Air Hari Ini
DR dan rombongan akhirnya diantar ke perusahaan tempat bekerja yang dijanjikan oleh agen. Perusahaan tersebut adalah perusahaan investasi yang baru berdiri.
Korban beserta rombongan adalah karyawan pertama, sehingga waktu itu tidak menandatangani kontrak kerja.
Tugas mereka adalah mencari nasabah untuk berinvestasi di perusahaan mereka. Karena tak ada persiapan, mereka tak menguasai pekerjaan.
Berhasil pulang ke Parepare
Salah satu korban perdagangan orang adalah Andi Raiwansyah. Tak seperti rekan-rekannya, ia berhasil pulang ke kampung halamannya di Kelurahan Ujung Lare, Kecamatan Soreoang, Parepare, Sulawesi Selatan.
“Bahasa kasarnya, saya disuruh menipu dengan sasaran warga Eropa dan Amerika, Saya bekerja sebagai operator investasi bodong dan platform judi online,” kata Andi, Jumat (12/8/2022).
Awalnya Andi mendaftar sebagai tenaga kerja melalui media sosial setelah di-PHK perusahaan sebelumnya di Jakarta.
“Beberapa bulan lalu, saya terkena pengurangan karyawan saat bekerja di salah satu perusahan di Jakarta. Saat menganggur, saya kemudian mencari lowongan pekerjaan di media sosial dan mendapatkan lamaran menggiurkan bekerja di Kamboja,” tutur Andi.
Baca juga: Menlu Retno Temui 62 WNI Korban Penyekapan di Kamboja
Menurutnya ia langsung diterima dan pengurusan visa serta paspor ditanggung perusahaan.
Setiba di Kamboja, ia menjalani tes komputer dan kecakapan Bahasa Inggris. Ia pun mendapat posisi sebagai marketing.
“Saya mendaftar dan diterima dengan gaji yang menggiurkan. Saya kemudian ke Kamboja. Sampai di perusahaan tempat saya bekerja, saya dites komputer dan kecakapan Bahasa Inggris,” kata dia.
“Melihat kemampuan saya mengoperasikan komputer dan kecakapan bahasa inggris saya, mereka kemudian menempatkan saya sebagai marketing dalam perusahaan itu,” terang Andi, yang mengaku Sarjana Sastra Inggris di Universitas Hasanuddin Makassar.
Baca juga: Cerita PMI Tergiur Gaji Rp 9 Juta Kerja di Kamboja, Disekap 2 Hari karena Ketiduran
Ia bertugas menyasar orang Eropa dan Amerika. Selama 3 bulan bekerja, ia diberhentikan karena dianggap tak layak lagi menggalang target penipuan.
“Karena tidak sesuai dengan kata hati, kinerja saya kemudian menurun. Pihak perusahaan pun memecat saya. Saat tak lagi bekerja pihak perusahaan meminta denda kepada saya,” kata dia.
“Beberapa hari saya tersandera dalam kompleks perusahaan. Sampai keluarga saya di Parepare mengadukan kejadian yang saya alami di DPRD Kota Parepare,” papar Andi.
Pihak DPRD kemudian menghubungi piak KBRI terkait penyanderaan TKI di Kamboja.
Setelah ada kerjasama antara KBRI dengan Pemerintah Kamboja, Andi bisa keluar dari kompleks perusahaan dengan denda gaji dipotong.
Ia pun pulang dengan biaya sendiri dengan hanya membawa satu ransel berisi pakaian serta mengenakan sandal jepit.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Adhyasta Dirgantara, Rizki Alfian Restiawan, Suddin Syamsuddin | Editor : Diamanty Meiliana, Andi Hartik, Ardi Priyatno Utomo)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Artikel ini bersumber dari : regional.kompas.com.