60 pekerja asing protes karena berbulan-bulan tak dibayar
REPUBLIKA.CO.ID, DOHA — Qatar baru-baru ini menangkap setidaknya 60 pekerja asing yang melakukan protes karena berbulan-bulan tidak dibayar. Pemerintah juga mendeportasi beberapa dari mereka.
Kepala konsultan tenaga kerja yang menyelidiki insiden itu mengatakan, penahanan itu menimbulkan keraguan baru pada janji Qatar untuk meningkatkan perhatian terhadap pekerja.
“Apakah ini benar-benar kenyataan yang terjadi?” tanya direktur eksekutif kelompok advokasi Equidem Research Mustafa Qadr.
Pemerintah Qatar pada Ahad (21/8/2022) malam mengakui,sejumlah pengunjuk rasa ditahan karena melanggar undang-undang keselamatan publik. Mereka menolak untuk memberikan informasi apa pun tentang penangkapan atau deportasi.
Tapi, rekaman video yang diposting daring menunjukkan sekitar 60 pekerja marah tentang gaji di luar kantor Al Bandary International Group di Doha pada 14 Agustus. Equidem menyatakan, beberapa dari mereka yang berdemonstrasi belum menerima gaji mereka selama tujuh bulan.
Para pengunjuk rasa memblokir persimpangan di Jalan Lingkar C Doha di depan Menara Al Shoumoukh. Rekaman itu cocok dengan detail jalan yang diketahui, termasuk beberapa potret besar emir penguasa Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani.
Qadri mengatakan, polisi kemudian menangkap para pengunjuk rasa dan menahan mereka di pusat penahanan. Beberapa orang menggambarkan berada dalam ruangan yang panas menyengat tanpa AC. Padahal suhu Doha pekan ini mencapai sekitar 41 derajat Celcius.
Seorang pekerja yang ditahan yang menelepon Equidem dari pusat penahanan menggambarkan melihat sebanyak 300 rekannya dari Bangladesh, Mesir, India, Nepal dan Filipina. Dia mengatakan beberapa telah dibayar gaji setelah protes, sementara yang lain masih belum mendapatkan bayaran.
Pemerintah Qatar mengakui bahwa perusahaan konglomerat tersebut belum membayar gaji. Kementerian Tenaga Kerja akan membayar semua gaji dan tunjangan yang tertunda kepada mereka yang terkena dampak.
“Perusahaan sudah diselidiki oleh pihak berwenang karena tidak membayar upah sebelum kejadian, dan sekarang tindakan lebih lanjut diambil setelah tenggat waktu untuk menyelesaikan pembayaran gaji yang belum dibayar terlewati,” kata pemerintah.
Sejak FIFA menetapkan Qatar pada 2010 menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA 2022, negara tersebut telah mengambil beberapa langkah untuk merombak praktik ketenagakerjaan. Salah satu langkah yang diambil termasuk menghilangkan sistem kerja kafala yang mengikat pekerja dengan bos mereka. Tindakan ini telah memutuskan pekerja dapat meninggalkan pekerjaannya atau bahkan negara.
Qatar juga telah mengadopsi upah bulanan minimum 1.000 riyal Qatar atau setara 275 dolar AS untuk pekerja, tunjangan makanan, perumahan yang diperlukan bagi karyawan yang tidak menerimanya langsung dari bosnya.
sumber : AP
Artikel ini bersumber dari : republika.co.id.