Sebuah akun Facebook mengunggah sebuah video berjudul “Berita Terbaru, Malaysia Tolak Diplomasi, Jokowi Lakukan Ini”.
Video ini menarasikan, DPR tarik Dubes RI untuk Malaysia. Anggota Komisi 1 DPR RI Helmy Fauzy meminta Pemerintah Indonesia menarik duta besarnya untuk Malaysia sebagai protes keras atas negara serumpun tersebut.
Protes terkait penangkapan petugas KKP oleh Polisi Malaysia. Juga terkait peringatan perjalanan dari pemerintah Malaysia bagi warganya yang berkunjung ke Indonesia.
Video berdurasi 8:5 menit ini diunggah tanggal 12 Agustus 2022. Hingga tulisan ini dibuat, unggahan tersebut telah mendapatkan 3.000 suka, 521 komentar dan 149 ribu view dari pengguna Facebook.
Tangkapan layar video yang beredar di Facebook berjudul “Malaysia Tolak Diplomasi, Jokowi Lakukan Ini”
Benarkah Malaysia menolak diplomasi?
PEMERIKSAAN FAKTA
Menurut hasil penelusuran Tim Cek Fakta Tempo, video tersebut tidak terkait dengan peristiwa penolakan diplomasi Malaysia pada 2022. Video ini adalah gabungan sejumlah peristiwa yang membuat hubungan Indonesia-Malaysia pasang surut pada 2012-2021.
Untuk verifikasi narasi ini, Tempo menelusuri pemberitaan dari media yang kredibel. Tempo juga dengan pernyataan resmi pemerintah. Untuk verifikasi video, Tempo menggunakan InVid Fake News Debunker by Invid, Yandex, dan Google Image.
Hasil penelusuran Tempo menunjukkan bahwa video yang diunggah pada akun Facebook ini merupakan kolase dari berbagai potongan video kejadian dan peristiwa yang berbeda-beda.
Video 1: Pernyataan Anggota DPR Komisi 1
Pemeriksaan video 1
Pada detik ke-0:56, video menampilkan fragmen gambar yang berdasarkan penelusuran Tempo merujuk Anggota DPR RI Komisi 1 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) periode 2009-2014, Helmy Fauzy.
Fragmen gambar ini berasal dari potongan wawancara Jurnalis ABC James Middleton dengan Helmy Fauzy pada tanggal 13 November 2013. Wawancara ini terkait tindakan pemerintah Australia yang mengembalikan perahu pencari suaka ke wilayah Indonesia.
Dalam wawancara ini Helmy mengatakan, kebijakan tanpa kompromi Tony Abbott terhadap pencari suaka telah menyebabkan kebuntuan antara Canberra dan Jakarta. Australia terkesan cuci tangan dan tidak adil bagi Australia untuk menolak kapal karena itu adalah “masalah” Canberra.
Sumber: ABC News, 13 November 2013
Rekaman wawancara ini tidak lagi tersedia di ABC News, namun arsipnya ditemukan di kanal lain.
Video 2
Pemeriksaan video 2
Pada menit ke-03:00, video ini menampilkan fragmen gambar Presiden Jokowi. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa fragmen ini identik dengan video yang diunggah Sekretariat Presiden pada tanggal 23 Juni 2019.
Video ini terkait kehadiran Presiden Jokowi di KTT ASEAN ke-34, Bangkok, 22 Juni 2019. Dalam pertemuan ini Jokowi mengatakan bahwa ASEAN harus kuat dan harus bersatu agar mampu menjadi motor perdamaian dan stabilitas Asia Tenggara.
Dalam fragmen terlihat Jokowi menyapa Sultan Brunei Darussalam, Hassanal Bolkiah, yang juga hadir di pertemuan ini.
Narasi Penangkapan Petugas KKP
Dilansir Viva, kasus penangkapan KKP RI oleh Marine Police Malaysia terjadi pada tanggal 13 Agustus 2010. Mereka yang ditangkap adalah Petugas Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP) Balai Karimun.
Ketiga petugas tersebut bernama Hermanto, Ridwan dan Rudi. Mereka ditangkap oleh Polisi Air Malaysia saat melakukan patroli dan pengawal terhadap kapal ikan asing berbendera Malaysia yang ditangkap di sekitar perairan Berakit, dekat Batam. Ketiganya dilepaskan setelah terjadi negosiasi.
Narasi Penembakan TKI di Malaysia
Pada menit ke-08:00, video ini menarasikan tentang kasus penembakan 3 tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Dilansir Republika, Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah mengatakan selama tahun 2012, Ada 3 Kasus Penembakan TKI di Malaysia
Pada tanggal 25 Maret 2012 terjadi penembakan terhadap 3 TKI asal NTB yang bernama Herman, Abdul Kadir Jaelani dan Mad Noon. Kemudian pada tanggal 19 Juni 2012 ada lagi penembakan terhadap tiga TKI asal Jawa Timur atas nama Sumardiono, Marsudi, dan Hasbullah.
Sementara itu, dilansir Republika pada tanggal 7 September 2012, lima orang warga negara Indonesia (WNI) masing-masing Joni alias M Sin, Osnan, Hamid, Diden, dan Mahno dikabarkan ditembak mati oleh Polisi Diraja Malaysia di Negara Bagian Perak.
Dilansir Tempo, kasus penembakan juga terjadi tanggal 11 Januari 2014. Tiga korban penembakan itu adalah Wahab, Sudarsono dan Gusti Randa yang masing-masing berasal dari Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Dilansir Republika tanggal 10 Mei 2012, Helmy Fauzy terkait hubungan Indonesia Malaysia, berkaitan dengan penahanan tiga wartawan Indonesia yang akan menginvestigasi kasus penembakan tiga tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Barat di Malaysia.
Respon Pemerintah Indonesia
Sejak tahun 1984 Pemerintah Indonesia menandatangani MoU dengan Pemerintah Malaysia terkait perlindungan bagi pekerja Indonesia di Malaysia. Pemerintah pernah melakukan moratorium/penghentian sementara penempatan TKI ke Malaysia pada tanggal 25 Juni 2009.
Moratorium tersebut kemudian dicabut pada tanggal 1 Januari 2012 setelah kedua negara menandatangani MoU tentang Perlindungan TKI Informal RI-Malaysia. Mulai tanggal 1 Maret 2012, penempatan TKI ke Malaysia dibuka lagi.
Dalam laman resmi Kominfo, tanggal 10 Desember 2021 saat bertemu PM Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri bin Yaakob di Istana Kepresidenan Bogor, Jokowi mendorong agar Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) perlindungan tenaga kerja domestik Indonesia dapat segera diselesaikan
Dilansir Kompas, Pemerintah Indonesia dan Malaysia meneken nota kesepahaman (MoU) tersebut tanggal 1 April 2022.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Judha Nugraha memastikan bahwa beberapa kepentingan utama RI telah terpenuhi dalam MoU tersebut, antara lain yang berkaitan dengan perlindungan dan pemenuhan hak pekerja migran.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil verifikasi di atas, Tempo menyimpulkan bahwa narasi video tentang Malaysia yang menolak diplomasi adalah Sebagian Benar.
Hubungan Indonesia-Malaysia sering pasang surut. Masalah tenaga kerja kerap jadi persoalan kedua negara, namun semua diselesaikan dengan jalan diplomasi.
TIM CEK FAKTA TEMPO
** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id
Artikel ini bersumber dari : cekfakta.tempo.co.