Berkunjung ke Northeastern University, Mendikbudristek Nadiem Makarim dibuat kagum. Nadiem menjajaki kerja sama dalam bentuk pendidikan kewirausahaan dan research dengan kampus pionir co-op tersebut.
Dalam kunjungannya ke kampus Northeastern di Cambridge, Massachusets, Rabu (21/9/2022), Nadiem diperkenalkan dengan program Co-op di Northeastern.
Co-op, kependekan dari cooperative education, adalah program yang menyeimbangkan teori kelas dengan periode praktik, pengalaman langsung sebelum kelulusan. Melalui program co-op, siswa dapat mengganti studi akademis dengan pekerjaan penuh waktu, mendapatkan pengalaman praktis di bidang studi mereka.
Dalam pertemuan dengan petinggi kampus, Nadiem melihat co-op sebagai salah satu dari tiga poin kerja sama yang ingin dia jajaki. Apalagi mendengar Northwestern memiliki konsep yang cukup unik.
“Jadi co-op di Northeastern itu, mahasiswa mengambil 4-6 bulan dalam masa perkuliahan untuk praktik di dunia kerja. Selama itu mereka dianggap mengambil summer break yang dibayar perusahaan tempat mereka bekerja sehingga tidak dihitung mengambil kelas. Jika mereka mahasiswa post graduate juga sama,” ujar Tom Sheahan, Executive Vice Provost.
“Namun karena mereka dianggap sedang summer break, mereka tidak perlu membayar uang kuliah. Karena mereka dianggap sedang break mereka akan menambah masa kuliahnya walaupun biasanya tidak lama,” tambah Chris Wolfel, Associate VP of Entrepeneurship and Venture Creation.
Bagan simulasi Co-op. (Foto: Meliyanti S/detikcom)
|
“Prioritas kami saat ini adalah untuk mendobrak penghalang antar jurusan di kampus dan akademik dengan industri dan sektor sosial,” ungkap Nadiem.
“Kami punya program dalam kementerian di mana mahasiswa dalam berkuliah hingga tiga semester di luar jurusan yang mereka ambil dengan dua di antaranya di luar kampus. Kami ingin mendorong mereka belajar di luar kampus. Ini sangat mirip dengan program Co-op di Northeastern walaupun ada perbedaannnya,” tambahnya.
Konsep yang diusung Kemendikbudristek, di mana peserta magang melalui Kampus Merdeka dihitung mengambil kelas, dan keikutsertaan mereka pada magang di perusahaan dibayari oleh pemerintah. “Sudah USD 130 ribu biaya yang keluar dari kami,” ungkap Nadiem.
Selain itu perbedaannya ada pada inisiator, di mana Northeastern telah menjadi pionir karena sudah menjalani program ini sejak 1890. Sedangkan pemerintah RI melalui Kemendikbudristek baru menggulirkan program ini dua tahun yang lalu.
Kembali ke kerja sama yang ingin dijajaki, pertama, mendorong Northeastern untuk membuka representasinya di Indonesia.
“Bentuknya bisa apa saja, mulai dari membuka undergraduate sampai misalnya 6 bulan course bersertifikat. Intinya kami ingin ada universitas level dunia di negara kami,” kata Nadiem. “Sebagai informasi Monash University (kampus terkemuka di Australia) telah membuka kampus di Indonesia,” tambahnya.
Northeastern sendiri sudah memiliki 30 kampus yang tersebar di Amerika, London dan Kanada (Toronto dan Vancouver).
Kedua, dalam hal pengiriman mahasiswa lewat beasiswa. Lebih jauh, mahasiswa Indonesia juga bisa menjalani co-op yang ada di Northeastern. Ketiga, Kemendikbudristek ingin menjajaki kerja sama di tingkat penelitian baik itu dalam bentuk matching fund pendanaan penelitian maupun Kampus Merdeka, di mana para peneliti Indonesia dapat melakukan penelitian di laboratorium berskala internasional di Northeastern.
Northeastern yang dalam hal ini diwakili oleh beberapa petinggi kampusnya seperti menyambut baik inisiasi yang diajukan. Meskipun untuk kerja sama co-op kemungkinan besar akan terbentur visa.
“Untuk co-op, saya pikir visa akan menjadi masalah. Karena dengan visa F1 (visa pelajar) mahasiswa asing tidak boleh bekerja di luar lingkungan kampus. Namun sebagai pionir yang terbiasa menjadi yang pertama, tentu saja kami akan mencoba mencari solusinya,” tutup Tom.
Simak Video “Massa Buruh Singgung Program Kampus Merdeka: Perbudakan Modern!“
[Gambas:Video 20detik]
(rah/nwy)
Artikel ini bersumber dari : www.detik.com.