SOLOPOS.COM – ilustrasi perumahan (Bisnis-Nurul Hidayat)
Solopos.com, SOLO — Harga rumah komersial di Soloraya semakin melambung tinggi dan relatif sulit dijangkau masyarakat berpenghasilan pas-pasan, termasuk bagi mereka yang bergaji setara upah minimum kota (UMK) tahun 2022.
PromosiJos! Petani & Peternak Klaten Bisa Jadi Penopang Kedaulatan Pangan
Perhitungan dan persiapan membeli rumah harus benar-benar dilakukan secara mendetail agar tidak keteteran saat menjalani masa angsuran. Utamanya bagi mereka bergaji pas-pasan yang jadi tulang punggung keluarga atau berencana menikah dalam waktu dekat.
Seorang pengembang perumahan di Soloraya, Faidin, yang diwawancarai Solopos.com, Kamis (25/82022), menuturkan perumahan komersial di Solo bisa dibilang sudah tidak ada. Penyebabnya harga tanah yang sudah terlalu mahal.
“Di Solo itu susahnya, terus terang, tanahnya. Sekarang sudah tidak ada tanahnya. Ya enggak ada [perumahan] yang di Solo. Sekarang itu bergeser ke wilayah Sukoharjo, Wonogiri, Sragen. Di Solo enggak ada, sudah tak ada lahan,” ujarnya.
Menurut Faidin, harga rumah komersial di sekitar Soloraya pun sudah terbilang mahal, tergantung lokasi, luas tanah, tipe bangunan, maupun fasilitasnya. Dia mencontohkan harga perumahan di belakang Markas Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura, Sukoharjo.
Baca Juga: Problem Hunian Solo: Rumah Subsidi Langka, Rusun Kumuh, Apartemen Tak Diminati
Harga terendah perumahan di kawasan itu sudah di kisaran Rp350 juta hingga Rp400 juta per unit. Harga segitu itu pun menurutnya dengan luas tanah sekitar 60 meter persegi. Sedangkan di Singopuran, Kartasura, harga rumah sudah sampai Rp500 juta.
Luas Lahan dan Fasilitas
Berbeda lagi perumahan di wilayah Kecamatan Colomadu, Karanganyar, yang harga terendahnya sudah mencapai Rp450 juta. “Di Colomadu itu pun adanya di Bolon ke sana lagi. Itu harga terendahnya Rp450 juta,” terangnya.
Harga segitu, menurut Faidin, dengan asumsi indikator standar, baik lokasi, luas lahan, fasilitas yang disediakan, hingga siapa pengembangnya. Bila perumahan dibangun oleh pengembang kelas kakap tentu harganya akan ikut naik.
Baca Juga: Mustahil Bangun Rumah Subsidi, Ini Solusi REI untuk Hunian MBR di Solo
Apalagi bila pengembang itu memberikan proporsi fasilitas umum dan fasilitas sosial di atas rata-rata untuk rumah komersial yang dibangun di Soloraya itu. Maksudnya, proporsi kawasan untuk fasos maupun fasum mencapai 50 persen atau lebih. Artinya hal-hal tersebut jadi nilai lebih.
“Jadi tipe dan luas bukan satu-satunya parameter harga. Tergantung juga fasos-fasumnya, tergantung lokasi. Misalnya pengembang dari Jakarta, mungkin tipe 36 saja bisa sampai Rp600 juta karena fasos-fasum tinggi,” urainya.
Bahkan Faidin menyebut ada rumah tipe 48 yang harganya sampai Rp1 miliar karena keistimewaan di fasos dan fasum. Fasos-fasum yang dia maksud seperti lebar dan konstruksi jalan, taman-taman atau ruang hijau, dan fasilitas lainnya.
Baca Juga: Pekerja Bergaji UMK Solo 2022 Ingin Beli Rumah Subsidi? Begini Penghitungannya
Proporsi lahan untuk fasos dan fasum itu pun jauh di atas rata-rata. Luas standar lahan untuk fasos dan fasum hanya 30 persen. “Yang standar kan 70 persen lahan untuk perumahan, dan yang untuk fasos fasum 30 persen,” ujarnya.
Ihwal pembayaran rumah komersial di Soloraya, menurut Faidin, biasanya dengan uang muka 30 persen dari harga yang dipatok dan diangsur sesuai kesepakatan pembeli dengan bank selaku pemberi pinjaman. Masa angsuran bisa lima tahun hingga 25 tahun.
Usia Pembeli Menentukan
“Tergantung usia pembeli juga. Bila masih muda dan dinilai masih produktif, masa angsuran bisa panjang,” katanya. Nilai itu tentu terbilang tinggi bagi mereka yang bergaji sesuai UMK. Mereka harus menabung untuk uang muka.
Baca Juga: Cicilan Rumah Subsidi sampai 50% UMK Solo 2022, Pekerja Harus Putar Otak
Setelah itu mereka harus menyisihkan gaji untuk mengangsur hingga bertahun-tahun. Dengan harga seperti yang disebutkan Faidin tersebut, tentunya menjadi tantangan yang berat bagi pekerja bergaji UMK untuk membeli rumah komersial di Soloraya.
Pada pemberitaan sebelumnya disebutkan, untuk pembelian rumah subsidi yang harganya Rp150 juta melalui fasilitas KPR, cicilan per bulannya berkisar Rp900.000-Rp1,2 juta per bulan. Nilai itu setengah dari UMK kabupaten/kota di Soloraya.
Dengan cicilan segitu memang masih memungkinkan untuk pekerja bergaji UMK membeli rumah subsidi karena batas maksimal cicilan bisa mencapai 50% dari gaji. Sedangkan untuk rumah komersial yang harganya termurahnya Rp350 juta tentu cicilannya lebih tinggi lagi.
Baca Juga: Dilema Pekerja Solo Bergaji UMK: Cari Rumah dalam Kota Sulit, Luar Kota Jauh
Ketua Real Estat Indonesia (REI) Komisariat Soloraya, SS Maharani, mengatakan keuangan seseorang aman apabila hanya 30 persen gaji yang dipakai untuk mengangsur rumah.
Mengacu nilai UMK Solo 2022 yakni Rp2.035.720, artinya hanya Rp600.000 hingga Rp700.000 yang aman untuk mengangsur rumah. Dengan nilai angsuran tersebut, akan butuh waktu yang sangat lama untuk melunasinya.
Artikel ini bersumber dari : www.solopos.com.